Minggu, 16 Januari 2011

Dukung Penetapan Sultan Sebagai Gubernur: Demokrat Kota Terancam Sanksi

15/01/2011 08:23:33 YOGYA (KR) - Keberanian Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Yogyakarta untuk mendukung penetapan Sultan dan Paku Alam bertahta menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur masuk dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY ternyata disesalkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat DIY. Sanksi bisa diberikan karena dukungan terhadap partai dianggap melanggar garis partai. ”Saya sangat menyesalkan sikap FPD dalam rapat paripurna (Rapur) DPRD Kota, itu di luar dugaan saya. Sebelum Rapur DPRD Kota Yogyakarta, saya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPC PD Kota dan saya ingatkan bahwa sikap FPD harus satu dengan garis partai, yang sama mulai dari DPP, DPD hingga DPC. Namun instruksi kami tidak dilaksanakan,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat (PD) DIY H Sukedi di Gedung DPRD DIY, Jumat (14/1) menanggapi sikap Fraksi Demokrat DPRD Kota dalam Rapur soal sikap RUUK, Kamis (13/1). DPD sangat menyesalkan sikap yang diambil Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPRD Kota Yogyakarta, yang menyatakan dukungan terhadap mekanisme penetapan kepala daerah di DIY. Sikap tersebut dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap garis partai dan pihak DPD telah melaporkan kejadian itu kepada Dewan * Bersambung hal 7 kol 3 Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat (PD). Sukedi mengungkapkan, ia telah memanggil pengurus DPC PD Kota pada Kamis (13/1) sore seusai Rapur DPRD Kota. Ia menegaskan, partai tidak bisa menerima alasan DPC bahwa mereka mengambil sikap karena mempertimbangkan aspirasi konstituen dan takut ditinggal pengurus anak cabang (PAC). ”Partai tidak bisa menerima alasan DPC, karena mereka telah menyimpang dari aturan organisasi. Dalam partai politik hanya ada satu garis kebijakan yang sama dari pusat sampai ke bawah. Saya telah mengirimkan laporan kepada DPP mengenai sikap DPC PD dan FPD Kota Yogyakarta,” katanya. Dikatakan, garis kebijakan PD mengenai keistimewaan DIY sangat jelas, yaitu keistimewaan DIY adalah final, lalu Gubernur Sultan HB X dan Wakil Gubernur Paku Alam IX masih yang terbaik. ”Kalau masalah pemilihan atau penetapan, kami kan masih menunggu UU Keistimewaan yang sedang dibahas di DPR RI. Kami ngikut aja kok,” ujarnya. Ketua FPD DPRD DIY Putut Wiryawan mengatakan, sikap FPD DPRD Kota telah menyimpang dari garis partai, karena fraksi merupakan kepanjangan tangan dari partai. Ia menolak sinyalemen bahwa penyimpangan itu menunjukkan kelengahan dan kurangnya koordinasi di tubuh PD. Kamis (13/1) pagi sebelum Rapur, Ketua DPD sudah berkomunikasi dengan Ketua DPC Kota dan memerintahkan agar sikap FPD Kota sama dengan sikap yang diambil FPD DPRD Provinsi DIY. Tapi instruksi itu tak dijalankan ke DPC Kota. Kalau FPD Kota tidak berani menyampaikan itu, mereka tak perlu datang di Rapur. Tapi yang terjadi, mereka tidak tunduk pada perintah Ketua DPD,” tuturnya. Putut menambahkan, pelanggaran garis partai tersebut bisa berujung pada sanksi pemecatan sebagai kader partai. ”Sanksi yang terberat adalah dipecat. Penilaian itu nanti akan diambil DPP, kita hanya melaporkan melalui ketua DPD,” ujarnya. Terpisah, Direktur Parliament Watch Indonesia (Parwi) B Hestu Cipto Handoyo kepada KR menilai sikap FPD Kota merupakan sebuah langkah aman untuk menghindari sikap antipati masyarakat Kota Yogyakarta dengan partainya. Momen Pemilukada September mendatang juga memegang peranan penting atas keberanian dari sikap FPD Kota Yogyakarta. Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh secara tegas menyatakan dukungan terhadap mekanisme pengisian kepala daerah di DIY dengan sistem penetapan. Parlemen Aceh menilai sistem penetapan tidak menyalahi prinsip demokrasi dan dilindungi dalam konstitusi RI. Dukungan itu disampaikan dalam kunjungan kerja Komisi A DPR Aceh ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY di Gedung Pracimosono Kepatihan, Jumat (14/1). (R-3/M-1)-b

Tidak ada komentar:

Posting Komentar