Minggu, 09 Januari 2011

Pemerintah jangan Ambil Resiko Politik;raton Minta Paugeran Diakomodir

08/01/2011 09:52:16 YOGYA (KR) - Pemerintah diminta tidak mengabaikan sistem suksesi kepemimpinan di Kraton Ngayogyokarto yang sudah berjalan, karena sebetulnya telah ada ‘Paugeran’ yang berlaku di kraton. Kekhawatiran tersebut menjadi salah satu alasan penolakan Sultan dan Paku Alam bertahta menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY, karena takut nanti gubernurnya terlalu tua atau terlalu muda. ”Mendagri khawatir kalau nanti sultan sudah sangat tua, atau masih sangat muda, apakah layak tetap menjadi gubernur. Dengan paugeran dan perjalanan sejarah selama ini, tidak ada sultan usia muda dan sangat tua,” ungkap GBPH Prabukusumo, adik Sultan Hamengku Buwono X dalam Diskusi dan Pemaparan Akademik tentang Keistimewaan Yogyakarta dengan tema ‘Mendengar Suara Jogja’ di Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (7/1). Diskusi selain menghadirkan pembicara GBPH Prabukusumo, juga tampil KPH Tjondrokusumo (Puro Pakualaman), Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo serta tim peneliti Fisipol UMY yang meneliti tentang pendapat masyarakat terkait dengan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY masing-masing Dekan Fisipol UMY Ahmad Nurmandi dan pengajar ilmu pemerintahan Tunjung Sulaksono serta Eko Priyo Purnomo membeberkan jajak pendapat serta analisanya. Diskusi yang dimoderatori Pemred KR, Octo Lampito dihadiri sejumlah tokoh seperti, Prof Dr Soetaryo, anggota DPD RI Hafidz Asrom dan M Afnan Hadikusumo, dr Soetomo Parastho, Subechi (Kagama) * dan Ketua Fraksi Amanat Nasional (FAN) DPRD DIY, Istianah. Gusti Prabu mengusulkan tiga hal dalam Rancangan Undang - Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Pertama bagaimana mekanisme jika Sultan secara otomatis menjadi Gubernur dalam artian memenuhi syarat internal. Sebagai contoh Sultan secara otomatis ditetapkan menjadi Gubernur saat sudah berusia 30 tahun sampai 70 tahun. Bagaimana jika Sultan tidak bersedia menjadi Gubernur dan bagaimana ketika Sultan tak bisa menjadi Gubernur sesuai syaratnya. Tiga hal itu harus dimasukkan dalam RUUK DIY. Bagaimana, bentuknya pihaknya terbuka dan mempercayakan agar diatur sedemikian rupa. Termasuk didalamnya, rakyat pada dasarnya memiliki kesempatan yang sama untuk ikut menentukan. ”Kraton sudah mengatur soal paugeran seandainya usia Sultan kurang dari 30 tahun atau saat beliau sudah berusia lanjut,” ungkap Mantan Ketua DPD Partai Demokrat DIY itu. Tjondrokusumo juga menyatakan hal senada. Menurutnya, tidak perlu ada kekhawatiran soal suksesi, karena sudah diatur dalam internal kraton dan puro. Menurut Ganjar Pranowo mengungkapkan, pemerintah hendaknya tidak mengambil risiko politik yang lebih besar dalam menyikapi keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya mengenai mekanisme pengisian jabatan gubernur. ”Saya selalu menyarankan pemerintah jangan mengambil risiko-risiko politik lebih besar. Istilahnya kalau tidak gatal jangan digaruk. Sebab kalau sampai lecet akan lebih bahaya lagi,” jelasnya Ganjar menyatakan, sampai saat ini juga bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya diinginkan pemerintah terkait dengan keistimewaan DIY. Sementara hampir mayoritas fraksi di DPR telah menyatakan dukungannya terhadap penetapan gubernur. Walaupun begitu dirinya belum tahu apa keinginan pemerintah di balik pro kontra RUUK DIY tersebut. Hal itu dikarenakan kondisi di DIY cukup aman dan tidak ada pergolakan. Istianah dalam kesempatan itu mengingatkan bahwa dalam draf RUUK DIY yang dibuat pemerintah, salah satu tujuannya adalah untuk mensejahterakan dan menentramkan rakyat. Karena itu, pihaknya minta kepada DPR RI untuk mencermati apakah draf usulan pemerintah itu (pemilihan gubernur) sesuai dengan tujuannya. Seharusnya kalau sesuai dengan tujuannya, maka kehendak rakyat lah yang menjadi pegangan. Sementara itu, terkait dengan adanya pelemparan bom molotov di rumah Ketua Paguyuban Lurah Ismoyo, Mulyadi, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X berharap, aksi teror tidak terulang lagi. Sultan juga mengimbau sejumlah pihak agar tetap berhati-hati untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. ”Saya mohon kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Kalau pendapat saya apapun yang terjadi, ya kita berhati-hati saja,” kata Sultan kepada wartawan di Kepatihan, Jumat (7/1). Pelemparan molotov, Kamis (6/1) dini hari, menurut Sultan, merupakan bagian dari risiko dalam memperjuangkan keistimewaan DIY. ”Dalam perjuangan apapun bisa terjadi.,” tutur Sultan. Ditambahkan, perbedaan pendapat yang terjadi di masyarakat merupakan hal wajar. Pelemparan molotov di kediaman Mulyadi bukan berarti sebagai indikasi kerawanan sosial di Yogya mulai meningkat. ”Saya kira beda pendapat itu wajar-wajar saja,” ujarnya. (Ria/Jon/Ast/*-1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar