Senin, 21 Februari 2011

Prabukusumo: Saya Membela Martabat Bapak


Amanat Sultan HB IX tentang bergabungnya Negari Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Negara Republik
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat DI Yogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, yang juga putra Sultan Hamengku Buwono IX, menegaskan akan ikut memperjuangkan penetapan gubernur/wakil gubernur DIY dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY. Ia minta perjuangannya mendukung penetapan tersebut tidak diragukan.
"Saya memperjuangkan penetapan karena saya membela harga diri dan martabat Bapak (Sultan Hamengku Buwono IX)," ungkap Prabukusumo saat bertemu dengan para seniman tradisional DI Yogyakarta di rumahnya, di Jalan Alun-alun Selatan Keraton Yogyakarta, Rabu (8/12/2010). Para seniman tradisional itu meminta Partai Demokrat sebagai partai yang berkuasa untuk turut mendukung penetapan.
Saat menjelaskan hal itu, Prabukusumo sempat menangis, suaranya terbata-bata, dan matanya berkaca-kaca. Prabukusumo menyatakan, Sri Sultan HB IX dengan penuh kesadaran mengorbankan harga dirinya sebagai Raja Keraton Yogyakarta yang berdaulat penuh untuk bergabung dengan NKRI. Karena keputusannya itu, berarti Sultan HB IX rela menyerahkan kekuasaan Keraton Yogyakarta dibatasi oleh undang-undang, peraturan pemerintah, dan lainnya.
Prabukusumo mengatakan, dalam maklumat 5 September 1945 sudah sangat jelas, meski bergabung dengan NKRI, tetapi Sultan HB IX menyatakan sebagai kepala daerah yang memegang segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat. Prabukusumo mengatakan, posisinya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat DIY membuatnya terjepit. Meski demikian, ia tetap tidak ragu untuk berjuang mempertahankan keistimewaan DIY dengan substansi penetapan gubernur/wakil gubernur DIY. "Dalam memperjuangkan penetapan itu, kita tetap harus cerdas dan santun," katanya.

Keistimewaan Yogyakarta : Seniman Tradisional Inginkan Penetapan


KOMPAS.COM/M SUPRIHADI

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Para seniman tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta menolak digelarnya pemilihan gubernur di DIY. Para seniman tradisional berpendapat, pemilihan gubernur DIY akan memecah belah masyarakat dan mereduksi keistimewaan DIY. Karena itu, mereka menyatakan dukungan penuh penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY.
Setiap pilkada itu mesti ramai. Apa DIY mau dibuat seperti itu? Kami menginginkan DIY tetap ayem tenterem dengan penetapan Sultan.
-- Suntono
Demokrasi seperti apa yang ingin diterapkan pemerintah pusat bagi DIY. Aspirasi masyarakat DIY itu menginginkan penetapan. Inilah demokrasi. Kalau pemerintah pusat memaksakan pemilihan gubernur, itu akan membawa perpecahan di masyarakat," ungkap Lik Suyanto, salah satu seniman Yogyakarta.
Pernyataan itu disampaikan saat para seniman tradisional itu menemui Ketua DPD Partai Demokrat DIY GBPH Prabukusumo di tempat tinggalnya, di Jalan Alun-alun Selatan, Keraton Yogyakarta, Rabu (8/12/2010).
Bondan Nusantara, seniman dan sutradara ketoprak, mengatakan, kedatangan para seniman tradisional ke kediaman GBPH Prabukusumo untuk meminta agar Partai Demokrat mendukung penetapan. Seniman juga akan mendatangi partai-partai lain agar mendukung penetapan.
"Kami menolak konsep parardhya maupun sebutan gubernur utama. Gubernur utama itu berarti kita kembali ke masa lalu, pada saat era kolonial Belanda yang saat itu ada gubernur jenderal," katanya.
Suntono, salah satu seniman senior, mengingatkan, DIY dengan sistem pemerintahan seperti sekarang yang dipimpin oleh duet Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX berjalan adem ayem.
"DIY yang adem ayem itu harus dipertahankan. Kami menolak pemilihan gubernur DIY. Setiap pilkada itu mesti ramai. Apa DIY mau dibuat seperti itu? Kami tidak terima. Kami menginginkan DIY tetap ayem tenterem dengan penetapan Sultan," ujarnya.

Keistimewaan Yogya Harus Dipertahankan

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengatakan, partainya mendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DI Yogyakarta dan Paku Alam sebagai wakilnya. Proses penetapan kepala daerah DIY masih menjadi kontroversi menyusul belum rampungnya pembahasan RUU Keistimewaan DIY.
"Sikap PAN tetap Sultan sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai Wakilnya. Kan Jogja (Yogyakarta) daerah istimewa. Bisa jadi akan ada batasan waktu sampai kapan. Tapi untuk saat ini, penetapan merupakan jalan terbaik untuk keistimewaan Jogja," kata Viva di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/12/2010).
Dia mengatakan, untuk beberapa daerah tertentu, keistimewaan dan kekhususan yang dijamin secara konstitusional harus dipertahankan. Hal itu, menurutnya, merupakan bagian dari warna demokrasi di Indonesia.
"Jogja tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Ada keunikan sejarah dan secara konstitusional dijamin UUD. Selama budaya dan kekhasan itu tidak bertentangan dengan demokrasi, maka layak dipertahankan," ujarnya.
Mengenai survei internal Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan bahwa 71 persen masyarakat Yogyakarta menghendaki pemilihan langsung, dia menilai hal itu tak valid sebab tak jelas dilakukan oleh lembaga mana.
Dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu, Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan hal tersebut. Namun, dia mengaku lupa lembaga mana yang melakukan survei itu.
"Harus jelas, itu lembaga apa yang melakukan survei. Selama ini kan tidak pernah ada kelompok masyarakat pro-pemilihan yang melawan atau menentang yang pro-penetapan," kata Viva.

Penetapan Juga Demokratis

PANDANGAN yang mengatakan bahwa penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Adipati Paku Alam secara otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bersifat monarkis. Karena itu menjadi tidak demokratis perlu dipertanyakan. Paling tidak ada 2 (dua) argumentasi yang dapat diajukan. Pertama, tidak semua jabatan publik di pemerintahan negeri ini dilakukan dengan pemilihan, apakah dengan demikian hal tersebut juga berarti bersifat monarkis ? Sebagai contoh adalah pengangkatan menteri oleh presiden, pengangkatan kepala dinas dan camat pada pemerintah kota/kabupaten, serta mengapa pada pemerintah kota pengisian jabatan lurah diangpat (penetapan) sedangkan pada pemerintah kabupaten dengan pemilihan. Tentu, seandainya peraturan perundang-undangan tidak memberikan kewenangan kepada pejabat tersebut untuk mengangkatnya, maka praktek tersebut dapat dikatakan bersifat monarkis. Menurut ilmu perundang-undangan apabila peraturan perundang-undangan memberikan hak itu kepada pejabat yang bersangkutan, maka pengangkatan itu dapat disebut sudah * Bersambung hal 7 kol 4 bersifat demokratis. Karena, Hak pengangkatan tersebut diperoleh pajabat yang bersangkutan dari suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat secara demokratis. Dengan demikian, semua implikasi hukum yang ditimbulkan sebagai akibat dari implementasi dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah bersifat demokratis, sehingga tidak dapat disebut sebagai bersifat monarkis. Oleh karena itu, seandainya UUD 1945 tidak memberikan hak prerogatif kepada presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, maka sudah barang tentu presiden tersebut adalah bersifat monarkis. Begitu pula hanya dengan penetapan Sri Sultan Hamenghu Buwono dan Sri Paku Alam secara otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, apabila hal itu telah diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY (UUK DIY), maka penetapan itu tidak dapat lagi dikatakan bersifat monarkis, tetapi telah bersifat demokratis. Karena, UUK DIY tersebut telah dibuat secara demokratis oleh lembaga yang berwenang di negeri ini seperti halnya hak prerogatif presiden tersebut. Kedua, status keistimewaan Yogyakarta bukanlah merupakan tuntutan atau permintaan dari Sultan Hamengku Buwono IX atas jasa-jasanya yang telah diberikannya kepada negeri ini. Tetapi, merupakan penetapan yang diberikan oleh Presiden RI pada waktu itu yang dijabat oleh Presiden Soekarno yang ditandatangani tanggal 15 Juli 1946. Penetapan Pemerintah itu bukannya tanpa alasan. Banyak jasa dan bantuan yang telah diberikan oleh Sultan pada waktu itu demi kelangsungan eksistensi dari NKRI, terutamanya adalah keikhlasan Sultan dijadikannya Yogyakarta sebagai ibukota negara dan keikhlasan Sultan menghibahkan hartanya untuk kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan pada waktu itu. Seandainya Sultan pada waktu itu tidak memiliki sifat kepemimpinan, nasionalisme dan keikhlasan, maka kita pun tidak akan dapat mengetahui dan memastikan apakah kita sebagai bangsa bisa berdiri tegak seperti saat ini. Walaupun dalam Penetapan Pemerintah tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Adipati Paku Alam secara otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, namun sudah menjadi pengetahuan umum bahwa salah satu keistimewaan Yogyakarta dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya adalah terletak pada pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. Artinya, di Yogyakarta jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur secara otomatis dijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Adipati Paku Alam, sehingga tidak dipilih sebagaimana daerah-daerah lainnya. Apabila sekarang ini kita akan mengubahnya menjadi pemilihan, maka secara otomatis kita telah mengingkari keistimewaan Yogyakarta yang paling hakiki dan kita pun akan menjadi bangsa yang historis, bangsa yang ingkar janji dan bangsa yang munafik. Ingat! Penetapan Pemerintah tersebut bukan dikeluarkan oleh Soekarno sebagai pribadi, tetapi dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI. Penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Adipati Paku Alam secara otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah sudah merupakan keharusan sejarah. Oleh karena itu adalah tidak bijak sebagai bangsa kita mengingkarinya hanya semata-mata mengatasnamakan demokrasi dengan mereduksi maknanya.* (Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum UII)

Kilas balik sejarah keistimewaan jogja

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Masyarakt Yogyakarta khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta menghendaki di tetapkannya Yogyakarta sebagai Daerah yang tetap memiliki keistimewaan dan ketetapan atas Gubenur dan Wakil Gubenur tetap di jabat oleh Sri Sultan Hb X dan Paku Alam IX. Agar kita semua tau kenapa Rakyat Yogyakrta tetap Ngotot untuk tetap di berikan daerah Yang Istimewa. Karena Rakyat Yogyakarta tidak mau Menenggelamkan Kapal nya sendiri yang telah meberikan Sejarah yang tinggi bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dan Rakyat Yogyakarta tidak mau kalau nanti Negara Yogyakarta ini dipimpin oleh Pemimpin yang DHOLIM yang hanya mementingkan diri pribadinya saja. Sekilas ini adalah sejarah dari Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada tahun 1755 Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Srisultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
ayo gan dukung penetapan gubernur di jogja 

Konflik Keistimewaan Yogyakarta Membawa Hikmah

YOGYAKARTA – Polemik Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY yang sampai saat ini belum tuntas, ternyata mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tidak hanya wisataan domestik saja yang meningkat, wisatawan dari mancanegara seperti Belanda, Jerman dan Perancis juga meningkat dibanding hari-hari sebelumnya.

Priscillia (30), wisatawan asal Jakarta mengatakan, dia bersama keluarganya memilih berwisata ke Yogyakarta, khususnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dia mengaku, penasaran dengan keberadaan keraton yang sudah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka tersebut.

"Akhir-akhir ini, Yogyakarta selalu diberitakan soal keistimewaannya. Itulah yang mendorong kami untuk berwisata ke sini. Kami penasaran seperti apa sebenarnya," katanya, Kamis (30/12/2010).

Lia, sapaan akrabnya, menambahkan, juga penasaran dengan lontaran Presiden SBY yang pernah menyebutkan Yogyakarta itu monarki. "Saya bukan ahli sejarah atau budaya, tetapi setelah berkunjung ke Keraton, saya berpendapat yang dikatakan monarki itu kurang tepat. Dari keterangan abdi dalem, beliau (Sri Sultan HB X) sangat demokratis dalam kehidupan sehari-harinya," ungkapnya.

Sekretaris Tapes Pariwisata Keraton Yogyakarta Brahmana mengakui, tingkat kunjungan wisata ke Keraton meningkat pesat. Dia enggan menyebutkan, apakah peningkatan kunjungan itu terkait polemik RUUK DIY atau bukan.

"Saya tidak tahu apakah karena itu (pelemik RUUK DIY), tapi yang jelas, sekarang ini memasuki masa liburan, sehingga banyak wisatawan yang datang," katanya.

Brahmana mengatakan, pada hari-hari biasanya, kunjungan wisatawan ke Keraton Yogyakarta per hari hanya berkisar 200 sampai 500 wisatwan domestik, dan wisatawan asing sekitar 100 sampai 150 orang.

"Namun akhir-akhir ini, per harinya bisa mencapai 2.000 sampai 4.000 wisatawan domestik. Untuk wisatawan asing juga meningkat sekitar 400 sampai 500 orang," ujarnya.

Berdasarkan data di Tapes Pariwisata Keraton Yogyakarta, tingkat kunjungan tertinggi terjadi pada Minggu (26/12/2010) lalu yang mencapai 4.950 orang, baik domestik maupun mancanegara.

Senin 27 Desember lalu, total pengunjung 2.900 orang. Dua hari, Selasa dan Rabu (28-29/1/2/2010) wisata Keraton libur karena untuk keperluan jamasan pusaka Keraton.

Yogyakarta Istimewa Sudah Final

Jakarta - Belum lama berselang Yogyakarta baru saja didera oleh letusan Gunung Merapi yang kekuatannya terbesar dibandingkan letusan sebelumnya dalam masa satu abad lebih. Beberapa hari ini geliat Merapi mulai tenang kembali. Yogya mulai pemulihan menata suasana kehidupan.

Di saat baru mulai tahapan proses penenangan tiba-tiba keluar pernyataan pemerintah tentang hakekat keistimewaan Yogyakarta yang terasa dalam sanubari kekuatan kejutannya. Tidak kalah besarnya dengan kekuatan letusan Merapi beberapa saat yang lalu.

Hal yang positif dari pernyataan pemerintah tersebut ternyata Yogyakarta dianggap sangat penting dan istimewa bagi pemerintah dibandingkan persoalan-persoalan lain seperti korupsi, besar pinjaman pemerintah, ketersediaan lapangan kerja, tingkat daya saing negara maupun SDM, dan sebagainya sehingga pemerintah sampai harus mengeluarkan pernyataan tentang keistimewaan Yogyakarta. 

Jika menelusuri dari beberapa aspek nampaknya keistimewaan Yogyakarta seharusnya sudah final. Dari aspek historis Yogyakarta menjadi daerah sentral dalam ranah perjuangan bangsa. Pangeran Diponegoro, Panglima Besar Sudirman, Pertempuran Yogya Kembali, kemudian pada pra dan awal kemerdekaan Yogyakarta menjadi barometer dan pusat perebutan kekuasaan penjajah dan pemerintah Indonesia.

Dalam keadaan darurat Yogya pun dengan tangan terbuka memberikan tempat bagi pemerintah pusat dapat menjalankan roda pemerintahan dan sebagai ibu kota sementara. Dari sisi yuridis konstitusional beberapa UU telah mengatur dengan jelas keistimewaan Yogyakarta sehingga pemerintah waktu itu menghargai keputusan Sultan HB IX dan Paku Alam VIII yang memiliki kerajaan mandiri rela mendeklarasikan dan bergabung dengan Indonesia dengan menetapkan Sultan HB IX dan Paku Alam VIII sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Yogyakarta.

Dari sisi sosiologis Yogyakarta adalah miniatur Indonesia. Beragam suku dan budaya dapat hidup menyatu dan melebur berdampingan dengan indahnya. Dan, sehingga Yogyakarta termasuk daerah dengan jumlah terbesar wisatawan yang mengunjunginya.

Dari sisi empiris pemerintahan Yogyakarta merupakan daerah yang termasuk memiliki beberapa prestasi seperti tingkat kualitas pendidikan, ketersediaan pangan, tingkat pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tingkat ketahanan rakyat yang ditunjukkan musibah gempa pada tahun 2006. Saat ini justru menjadi berkah karena kondisinya lebih baik dan lebih indah dibanding sebelum gempa. Sehingga, suasana Yogya membawa hati yang nyaman.

Dari aspek personal di saat Belanda masih kuat bercokol di Yogya Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII berani mengambil risiko kehilangan nyawa atau paling tidak kehilangan mahkotanya. Dengan mendeklarasikan Yogyakarta bergabung dengan Indonesia yang baru saja merdeka.

Sultan HB IX dan Paku Alam VIII sangat berjasa di saat perjuangan dan awal kemerdekaan. Beliau telah memberikan berbagai bantuan moril, material, dan perlindungan fisik kepada pemimpin Negara (presiden, wakil presiden, kabinet, dan lain lainnya).

Kemudian, Sultan HB IX menunjukkan kemurahan hatinya dengan memberikan tanah yang luas untuk fasilitas umum seperti Universitas Gadjah Mada. Beliau menunjukkan keteladanan sebagai pemimpin yang memberi bukan merampas hak rakyat.

Dari aspek hakekat demokrasi dalam implementasinya justru menjunjung tinggi keberagaman. Misalnya keistimewaan Aceh, Jakarta, Papua tidak seragam. Jadi apa salahnya jika Yogyakarta memiliki keistimewaan yang unik.

Dari aspek keamanan Yogya selain berhati nyaman juga daerah yang relatif tenang dan aman. Sehingga, sejak awal kemerdekaan pemerintah pusat pun memilih Yogya sebagai ibu kota sementara di saat darurat. Di saat potensi kerusuhan akan muncul kewibawaan Sultan hadir bersama rakyat turun ke jalan untuk memberikan rasa tenang dan damai.

Dalam perjalanan waktu dari awal kemerdekaan hingga sekarang ini hakekat keistimewaan Yogyakarta telah berjalan selama 65 tahun yang menunjukkan bahwa hakekat keistimewaan Yogyakarta membawa suasana kota yang berhati nyaman bagi warga asli maupun pendatang di Yogyakarta. Dengan memperhatikan beberapa aspek tersebut rasanya sudah tidak ada celah lagi untuk mengubah hakekat keberadaan dan kedudukan Yogyakarta.

Padahal lagi kraton Yogyakarta tidak ada persoalan personal dengan Presiden. Karena, Gusti Prabukusumo sebagai adik Sultan HB X menjadi ketua DPD Partai Demokrat Yogyakarta. Kemudian ketika penulis bersama rekan pengurus suatu organisasi sowan kepada Gusti Prabukusumo telah mendengar langsung betapa Gusti Prabu sangat bangga atas kesederhanaan dan kejujuran Presiden SBY.

Namun sayang sekarang Gusti Prabukusumo pun menjadi ikut sangat sedih bersama rakyat Yogyakarta. Bahkan, Gusti Prabu dengan berat hati harus mengundurkan diri sebagai Ketua DPD Partai Demokrat karena prinsip dan harga diri terusik.

Oleh karena itu semoga DPR Pusat dapat arif dan bijak untuk memahami suasana hati Yogyakarta. Hakekat dan hal-hal yang prinsip tentang Yogyakarta biarlah tetap terkandung dalam RUU Keistimewaan Yogya dan sehingga pembahasan RUU terkonsentrasi pada hal-hal teknis.

Kepada warga Yogya diharap tetap tenang siaga karena masih ada Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga gawang terakhir. Yogya yang sudah tenang tentram dan berhati nyaman ini sebaiknya tidak perlu diusik lagi dengan berbagai pemikiran yang bersifat konstitusional-normatif-personal.

Selasa, 15 Februari 2011

Forinba Yogya Dukung Penetapan Gubernur

JAKARTA (KRjogja.com) - Forum Intelektual Budayawan Yogyakarta (Forinba Yogya) menginginkan agar penetapan Sultan Hamengku Buwono sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap dipertahankan.

Sekjen Forinba Yogya se- Jabodetabek, Supriyadi disela-sela aksi damai di depan Istana Merdeka, di Jakarta, Selasa (8/2), mengatakan ketentuan penetapan seperti sekarang sudah sesuai dengan kondisi Yogyakarta sehingga tidak perlu ada perubahan.

"Kami tidak meminta (penetapan) tetapi mempertahankan barang yang sudah ada dan yang akan dibongkar," katanya.

Forinba Yogya sudah beberapa kali mengikuti rapat dengan Komisi II DPR tentang pembahasan rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan (RUUK) DIY. Selain itu, Forinba Yogya juga telah berdialog dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk menyampaikan aspirasi mereka mendukung Sultan ditetapkan sebagai gubernur.

Supriyadi mengatakan, hingga saat ini hanya dua fraksi di DPR yang telah tegas menyatakan mendukung penetapan, sementara tujuh fraksi lainnya belum menentukan sikapnya.

"Tugas kami adalah mengawal tujuh fraksi lainnya," katanya.

Ditemui pada kesempatan yang sama Sekjen Gerakan Semesta Rakyat Yogya (Gentaraja) Adjie Bantjono mengatakan keistimewaan Yogyakarta telah diatur dalam UUD 1945. Menurut dia, aturan yang ada tentang pengisian jabatan gubernur di Yogyakarta sudah sesuai.

"Semua sudah jelas sehingga tidak perlu diotak-atik. Ibarat orang tidak sakit maka jangan dibawa ke dokter," katanya.

Ia menegaskan pihaknya tidak setuju dengan usulan agar pengisian gubernur dilakukan melalui pemilihan di DPRD. Ia juga tidak setuju dengan usulan konsep Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama seperti yang ditawarkan pemerintah.

Sementara itu, Komisi II DPR akan mendengarkan pendapat para ahli, masyarakat, serta pemangku kepentingan terkait dengan RUUK.

"Kita akan mendengarkan pendapat para ahli, juga masyarakat, dan pemangku kepentingan, minggu depan," kata Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap, Selasa.

Chairuman menuturkan sesi dengar pendapat ini dapat dilaksanakan di Jakarta atau pun di Yogyakarta. Melalui dengar pendapat ini, Komisi II akan mendapat berbagai masukan tentang poin-poin yang diatur dalam RUUK.

"RUUK ini bukan saja menyangkut soal Sultan tetapi juga nasib rakyat Yogyakarta. Bagaimana kehidupan sosial masyakarat di Yogyakarta ini kita bangun," ujarnya. (Ant/Tom)

Forinba Yogya Dukung Penetapan Gubernur

JAKARTA (KRjogja.com) - Forum Intelektual Budayawan Yogyakarta (Forinba Yogya) menginginkan agar penetapan Sultan Hamengku Buwono sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap dipertahankan.

Sekjen Forinba Yogya se- Jabodetabek, Supriyadi disela-sela aksi damai di depan Istana Merdeka, di Jakarta, Selasa (8/2), mengatakan ketentuan penetapan seperti sekarang sudah sesuai dengan kondisi Yogyakarta sehingga tidak perlu ada perubahan.

"Kami tidak meminta (penetapan) tetapi mempertahankan barang yang sudah ada dan yang akan dibongkar," katanya.

Forinba Yogya sudah beberapa kali mengikuti rapat dengan Komisi II DPR tentang pembahasan rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan (RUUK) DIY. Selain itu, Forinba Yogya juga telah berdialog dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk menyampaikan aspirasi mereka mendukung Sultan ditetapkan sebagai gubernur.

Supriyadi mengatakan, hingga saat ini hanya dua fraksi di DPR yang telah tegas menyatakan mendukung penetapan, sementara tujuh fraksi lainnya belum menentukan sikapnya.

"Tugas kami adalah mengawal tujuh fraksi lainnya," katanya.

Ditemui pada kesempatan yang sama Sekjen Gerakan Semesta Rakyat Yogya (Gentaraja) Adjie Bantjono mengatakan keistimewaan Yogyakarta telah diatur dalam UUD 1945. Menurut dia, aturan yang ada tentang pengisian jabatan gubernur di Yogyakarta sudah sesuai.

"Semua sudah jelas sehingga tidak perlu diotak-atik. Ibarat orang tidak sakit maka jangan dibawa ke dokter," katanya.

Ia menegaskan pihaknya tidak setuju dengan usulan agar pengisian gubernur dilakukan melalui pemilihan di DPRD. Ia juga tidak setuju dengan usulan konsep Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama seperti yang ditawarkan pemerintah.

Sementara itu, Komisi II DPR akan mendengarkan pendapat para ahli, masyarakat, serta pemangku kepentingan terkait dengan RUUK.

"Kita akan mendengarkan pendapat para ahli, juga masyarakat, dan pemangku kepentingan, minggu depan," kata Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap, Selasa.

Chairuman menuturkan sesi dengar pendapat ini dapat dilaksanakan di Jakarta atau pun di Yogyakarta. Melalui dengar pendapat ini, Komisi II akan mendapat berbagai masukan tentang poin-poin yang diatur dalam RUUK.

"RUUK ini bukan saja menyangkut soal Sultan tetapi juga nasib rakyat Yogyakarta. Bagaimana kehidupan sosial masyakarat di Yogyakarta ini kita bangun," ujarnya. (Ant/Tom)

RUUK DIY Harus Diselesaikan Secepatnya

JAKARTA (KRjogja.com) - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Chairuman Harahap mengatakan pembahasan rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta akan diselesaikan secepatnya.

"Jadwal kita April sudah selesai, tetapi itu tentatif. April itu bukan target harus selesai," katanya, di Jakarta, Selasa (8/2).

Menurut Chairuman, pembahasan RUUK DIY ini harus dilaksanakan dengan hati-hati karena bukan hanya menyangkut tentang Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam, melainkan juga kepentingan masyarakat Yogyakarta.

"Sesegera mungkin kita selesaikan. Kita bahas dengan baik dengan memperhatikan berbagai aspek," katanya.

Secara terpisah, anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Wibowo mengatakan lama tidaknya pembahasan RUUK tergantung kondisi yang berkembang nantinya.

"Kita ingin sesuai rencananya yaitu April, tetapi itu tegantung dengan pembahasan, kemudian adanya tarik menarik kepentingan. Dinamika itu yang menentukan," katanya.

PDI Perjuangan, ujarnya, telah menyatakan sikap mendukung pengisian jabatan Gubernur DIY melalui penetapan. PDI Perjuangan tidak setuju jika Gubernur DIY dipilih melalui DPRD.

Sementara itu, Komisi II DPR telah menjadwalkan agenda mendengarkan pendapat para ahli serta pemangku kepentingan terkait dengan RUUK.

"Kita akan mendengarkan pendapat para ahli, juga masyarakat, dan pemangku kepentingan minggu depan," kata Chairuman.

Chairuman menuturkan sesi dengar pendapat ini dapat dilaksanakan di Jakarta ataupun di Yogyakarta. Melalui dengar pendapat ini, Komisi II akan mendapat berbagai masukan tentang poin-poin yang diatur dalam RUUK.

"RUUK ini bukan saja menyangkut soal Sultan tetapi juga nasib rakyat Yogyakarta. Bagaimana kehidupan sosial masyakarat di Yogyakarta ini kita bangun," ujarnya.

Poin krusial dalam RUUK DIY ini yakni tentang kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam, serta pengisian jabatan gubernur di Yogyakarta.

Dalam RUUK yang disusun pemerintah, posisi Sultan dan Paku Alam adalah orang nomor satu dan dua di DIY yang disebut dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama.

Namun, untuk menjalankan proses pemerintah, dipilih gubernur secara demokratis sesuai aturan perundang-undangan yakni melalui pemilihan di DPR.

(Ant/Yan)

RUUK Macet, Semar Sembogo Ancam Gelar Kongres Rakyat

YOGYA (KRjogja.com) - Paguyuban dukuh se-DIY, Semar Sembogo mendesak pembahasan Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) DIY di tingkat pusat dapat diselesaikan paling lambat bulan Oktober tahun ini. Jika hal tersebut tidak tercapai, Semar Sembogo akan menggelar kongres rakyat.

Ketua paguyuban dukuh se-DIY Semar Sembogo, Sukiman mengungkapkan, setidaknya pada bulan Juli nanti pihaknya meminta sudah ada kejelasan soal RUUK DIY. Sementara di bulan Oktober diharapkan bisa digunakan untuk agenda penetapan pengisian jabatan Gubernur serta pengesahan undang-undang.

" Kalau sampai bulan Oktober tidak selesai pasti ini akan blunder. Jika sudah tidak jelas seperti itu kami tidak peduli apakah hasilnya akan mandul, tidak selesai atau dijadwal ulang, pokoknya kami tetap akan adakan kongres rakyat untuk melantik Sultan dan Paku Alam yang jumeneng sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur," ujarnya di Yogyakarta, Rabu (8/2).

Menurutnya, saat ini pihaknya tengah fokus untuk mengawal penjadwalan dan pembahasan RUUK di Jakarta dengan mengirimkan beberapa delegasi. Perwakilan tersebut diharap bisa mengikuti perkembangan pembahasan RUUK DIY dari awal hingga akhir.

"Delegasi di sana saling melakukan koordinasi dengan kami yang ada di Yogyakarta. Sehingga bisa dilihat partai lain selain Demokrat sikapnya seperti apa. Apakah mereka masih tetap konsisten untuk mendukung penetapan seperti yang pernah menjadi komitmen bersama," katanya.

Kongres rakyat sendiri, lanjutnya, diharapkan sebagai alternatif terakhir untuk penyelesaian RUUK jika di tingkat pusat justru malah terkatung-katung. "Kami mengharapkan agar tak perlu adanya kongres rakyat dan bisa diagendakan penetapan dari tingkat pusat. Tetapi jika hal itu tak terpenuhi, maka kami akan ambil jalan melalui kongres rakyat tersebut," imbuhnya. (Ran)

Komisi II DPR-RI Kunjungi Yogyakarta Dengarkan Aspirasi Warga

YOGYA (KRjogja.com) - Komisi II DPR RI dijadwalkan akan melakukan kunjungan ke Yogyakarta untuk mendengarkan aspirasi masyarakat secara menyeluruh terkait Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Agenda tersebut sekaligus akan dimanfaatkan oleh DPRD DIY untuk memberikan kesempatan fraksi memberikan masukan.
Ketua DPRD DIY, Youke Indra Agung mengungkapkan, kunjungan tersebut secara global akan dimanfaatkan ketika pembahasan oleh pimpinan Komisi II bukan hanya sebagai hasil rapat paripurna tetapi lebih secara menyeluruh.
"Saya akan memberikan kesempatan tersebut untuk bisa digunakan semua fraksi. Karena kan SK DPRD nomor 54 tidak bisa memuat seluruh pemikiran menanggapi pasal-pasal yang ada di draft RUUK DIY," ujarnya di gedung dewan setempat, Kamis (10/2).
Ia mengharapkan, fraksi-fraksi di DPRD DIY bisa menyampaikan usulan, ide dan gagasan misalnya yang terkait dengan persoalan pertanahan, pendidikan dan lainnya. Namun Youke tetap menegaskan bahwa untuk persoalan suksesi kepemimpinan tetap pada keputusan awal.
"Untuk suksesi pimpinan dalam jabatan Gubernur DIY sudah saya rambu sejak awal bahwa itu sudah selesai. Artinya DPRD DIY sudah pada keputusan yang tercantum dalam SK yakni penetapan. Untuk hal lain kami persilahkan fraksi untuk menyampaikan," katanya.
Ditambahkan, komisi II sendiri mengharapkan agar dalam kunjungannya nanti ke Yogyakarta bisa dilibatkan berbagai elemen masyarakat. DPRD DIY diberikan kewenangan untuk memberikan masukan siapa saja yang bisa masuk klasifikasi untuk ikut memberikan pendapat.
"Mereka mengharapkan ada klasifikasi keterwakilan seluruh elemen masyarakat yang tak hanya kalangan akademik saja tetapi juga pakar, ahli budaya maupun warga biasa. Ini merupakan bentuk eksplorasi komisi II pada kami mengenai apa kacamata dan perspektif DPRD DIY dan masyarakat terhadap RUUK DIY," imbuhnya.(Ran)

Kemendagri dan Pemprop DIY Segera Bertemu

YOGYA (KRjogja.com) - Pemerintah propinsi (Pemprop) DIY bersama tim asistensi Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, akan segera melakukan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membahas persoalan pertanahan. Rencananya, pertemuan tersebut dijadwalkan pada hari Kamis (17/2) hingga Jumat (18/2) Februari mendatang.
Asisten Pemerintahan Bidang Kesejahteraan Masyarakat Setda Propinsi DIY, Tavip Agus Rayanto mengungkapkan, dalam RUUK DIY, konsep pertanahan terkait pemahaman Sultan Ground dan Pakualaman Ground masih dianggap belum clear. Sehingga Kemendagri mengharapkan forum untuk mengetahui konsep tersebut secara lebih lanjut.
"Minimal mereka ingin mengetahui konsep atau keinginan daerah itu seperti apa terhadap draft yang sudah ada. Karena pemerintah kan sudah punya Amanat Presiden (Ampres) tetapi kemendagri ingin tahu dari daerah bagaimana karena selama ini kan belum pernah komunikasi," ujarnya ketika dihubungi di Yogyakarta, Selasa (15/2).
Menurutnya, pertemuan tersebut juga akan dimanfaatkan tak hanya untuk membahas soal pertanahan melainkan detail secara keseluruhan. Pemprop DIY sendiri sebelumnya juga telah melakukan pertemuan dengan pakar di bidangnya untuk memperkaya aspek yuridis dan filosofis.
"Kalau kita akan berikan masukan secara menyeluruh. Mulai dari materi, judul, dikte menimbang, dan batang tubuh yang intinya mengkritisi draft pemerintah. Terutamanya memang soal pertanahan yang di DIY ini memang memiliki kekhususan dengan adanya Sultan Ground dan Pakualaman Ground," katanya.
Dengan pertemuan tersebut, lanjutnya, diharapkan pemerintah minimal bisa tahu apa pemikiran di daerah. Opsinya sendiri terdapat dua macam yakni bisa diakomodir, bisa juga tidak. Namun, masukan tersebut minimal bisa dikomunikasikan lewat Komisi II DPR-RI.
"Misalnya saja masalah Gubernur utama kan kita mungkin tidak sepakat, nah itu akan kita sampaikan apa alasannya. Pengakomodasiannya bisa melalui panja di DPR-RI. Meskipun besok jelas tidak akan ada pembahasan yang sifatnya merubah perumusan," tandasnya. (Ran)