Sabtu, 27 Agustus 2011

Kongres Rakyat Jogja

katur dumateng rakyat jogja sak ngayogyakarta hadiningrat, sak nuswantara, ing pundi kemawon, nyuwun kawigatosan lan rawuhipun wonten ing Adicara Pengetan 66 taun AMANAT 5 September 1945 kaliyan sawalan, mampan ing PAGELARAN KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT mbenjang senin 5 sasi september taun 2011 jam 09.00 dumugi 11.00 waktu indonesia jogja.

Ingkang Kagungan Damel Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX kaliyan Walikota, Bupati, Pimpinan DPRD se-DIY

Mugi ingkang badhe mudik dipun tata wekdale supados saged sesarengan ngrawuhi adicara punika.

ingkang kagungan tiwul, gatot, gebleg, geplak, bakpia, bakpao, bakso, bakmi, kipo, yangko, sego kucing, sego macan, sego abang, sego gurih, cendol, dawet, es buah, es degan, es campur, es teler, wedang secang, wedang uwuh, wedang rondo, gudeg, jangan lombok ijo, soto kudus, soto sap, soto ayam, monggo sami di asto di dahar sesarengan.

maturnuwun

Sultan Restui Kongres Rakyat Yogyakarta

YOGYA (KRjogja.com) - Gubernur DIY Sri Sultan HB X enggan menanggapi sikap Partai Demokrat yang hingga kini masih tetap pada pendiriannya untuk mendukung opsi pemilihan dalam pembahasan Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Sultan mengaku menyerahkan hal tersebut pada anggota dewan.

"Terserah anggota dewan saja. Kan legislasi keputusan ada di DPR RI. Ya terserah DPR RI bagaimana bisa menyelesaikan itu, bukan di tempat saya," kata Sultan usai menghadiri rapat paripurna DPRD DIY di gedung dewan setempat, Senin (23/5).

Terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUUK DIY yang telah disampaikan, Sultan mengaku tidak tahu-menahu mengenai rincian di dalamnya. Termasuk mengenai rencana konsolidasi dewan eksekutif dengan rakyat.

"Saya kan juga tidak tahu isi DIM itu apa. Tanya DPR saja, jangan saya. Kan saya tidak tahu tindak lanjutnya apa, isinya apa, karena itu kan nanti diberikan pada rakyat," ungkap Sultan.

Sementara itu, menanggapi adanya rencana masyarakat Yogyakarta yang ingin menggelar kongres rakyat untuk mencapai kesepakatan penetapan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, Sultan mempersilahkan dengan konsekuensi tetap menjaga ketertiban. "Ya silahkan saja, itu kan aspirasi masyarakat. Asal tertib dan damai saja," tandas Sultan.

Terpisah, Ketua DPD Demokrat DIY, Sukedi menuturkan, persoalan DIM yang menyebutkan bahwa partai Demokrat masih berpegang teguh pada pemilihan jabatan Gubernur, pada dasarnya adalah berdasarkan pada keputusan pusat. "Demokrat di DPRD DIY masih satu suara dan menunggu keputusan pusat. Kita belum akan merubah wacana jika pusat juga belum merubahnya," imbuhnya. (Ran)

Proses Pengakuan Keistimewaan DIY Tak Bisa Diabaikan

Yogyakarta, CyberNews. Pemberian pengakuan keistimewaan dan kekhususan kepada salah satu daerah semestinya berdasarkan proses sejarah bergabungnya sebuah daerah ke republik serta hak asal-usul yang dimiliki daerah tersebut sebelumnya. Bukan pada kepentingan politik sesaat, top down dan sentralistik, apalagi sampai mengesampingkan aspirasi dari arus bawah.

Demikian hal yang mengemuka dalam kegiatan sarasehan memperingati peran rakyat Yogya sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI ''Piagam Kedudukan: Penghargaan Presiden Soekarno Kepada HB IX dan PA VIII'' di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri. Kegiatan yang diprakarsai oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM itu menghadirkan pakar hukum tata negara UGM, Fajrul Falakh SH MSi dan pengamat keistimewaan Yogyakarta Sudomo Sunaryo.

Fajrul Falakh mengatakan, pengakuan keistimewaan yang diberikan pemerintah pusat di era Presiden Soekarno dan kemudian diperkuat dalam konstitusi tidak terlepas dari sikap Keraton Yogyakarta sebagai kerajaan pertama yang secara tegas mengakui dan berintegrasi dengan NKRI sebagai negara baru. Padahal Keraton Yogyakarta sebelumnya memiliki kedaulatan yang diakui dunia internasional.

''Yogya berintegrasi dengan RI melampaui makna yang ada dalam ketoprak sikutan. Keputusan memilih berintegrasi adalah politik kebangsaan yang ditunjukkan HB IX dan PA VIII, bukan politik dinasti,'' katanya.

Menurutnya, apa yang diingin oleh masyarakat DIY saat ini sehubungan adanya pengakuan keitimewaan yang ditandai adanya proses penetapan kepala daerah merupakan aspirasi warga yang menghargai sejarahnya. ''Konstitusi itu mempersatukan komponen-komponen bangsa. Tahun 1945 saja pemimpin kita berhasil mengintegrasikan. Tapi jika ini memaknai usulan keitimewaan sebagai upaya disintegratif maka sebagai langkah mundur,'' katanya.

Oleh karena itu, keberadaan keistimewaan dari suatu daerah dipahami sejarah, tapi hanya perspektif kepentingan politik dan kebijakan yang bersifat sentralistik. Selain itu, Dia juga menyarankan agar pemerintah tidak terlalu antipati dengan bentuk monarki konstitusional. Karena monarki pun mengalami perkembangan, kekuasaannya masih dibatasi oleh konstitusi atau aturan adat.

Sudomo Sunaryo menuturkan, bergabungnya Yogyakarta dengan Republik berdasarkan persetujuan HB IX dan PA VIII, setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan lewat radio. ''Setelah itu mengirimkan ucapan selamat kepada presiden,'' ujar dia.

GPH Prabukusumo, salah satu anak dari HB IX mengatakan, sikap negarawan dan kecintaan terhadap republik menjadikan alasan sang ayahanda untuk memilih bergabung dengan NKRI, padahal sebelumnya sudah ditawari Belanda untuk menjadi wali nagari di Jawa. ''Semua keputusan beliau betul-betul bijaksana. Semua dilakukan dengan perasaan luhur,'' tambahnya.

( Bambang Unjianto / CN27 / JBSM )

RUUK YOGYAKARTA Dalam RUUK Yogyakarta, penataan tanah sultan akan dibahas dalam PP



JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta masih belum selesai dibahas. Dalam beleid tersebut, ada 7 masalah krusial yang sulit diselesaikan. Salah satunya adalah mengenai tanah kesultanan.

Sebelumnya, pemerintah menginginkan adanya badan hukum untuk memperjelas kelembagaan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan agar ada penataan yang jelas mengenai aset dan tanah keraton dalam RUUK Yogyakarta.

Namun, saat ini 5 dari masalah krusial sudah dapat diselesaikan, kini hanya tersisa 2 masalah yakni mengenai penataan aset tanah keraton dan tata cara pemilihan dan penetapan gubernur atau sultan.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan kalau pembahasan mengenai aset tanah kesultanan belum mencapai titik temu lantaran beberapa anggota DPR berpendapat kalau pembentukan badan hukum yang nantinya akan mengatur aset tanah kesultanan itu sudah pernah dibahas dan telah disepakati kalau tidak akan dibentuk badan hukum.

"Jalan tengahnya maka mengenai penataan tanah akan dibahas dalam PP sendiri nanti," ujar Gamawan saat buka puasa dengan wartawan, Selasa (23/8).

Lebih lanjut Gamawan mengatakan peraturan pemerintah (PP) mengenai penataan tanah kesultanan akan dibahas setelah RUUK Yogyakarta disahkan. "Jadi nanti di UU Yogyakarta itu, tentang pengaturan aset tanah sultan itu hanya dibahas yang umum saja, intinya ada dalam PP," tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo pernah mengatakan kalau sebaiknya pemerintah tidak perlu mengatur aset kesultanan lantaran tanah sultan itu sudah ada sejak dahulu sehingga tidak perlu dikuasai oleh pemerintah.

"Dahulu sudah diputuskan bahwa tidak ada badan hukum, mungkin maksudnya pemerintah sekarang adalah ingin menyinkronkan dan mengidentifikasi tanah, mana yang tanah keraton dan mana yang tanah rakyat," jelasnya.

Selain masalah pengaturan aset tanah kesultanan, hal yang masih bisa belum diselesaikan adalah mengenai pemilihan dan penetapan sultan. Bisa dikatakan, ini juga masalah krusial yang belum bisa diselesaikan.

Gamawan memberikan solusi yang nantinya akan dibawa ke DPR bahwa jika calon sultan hanya satu pasang, maka bisa langsung ditetapkan oleh DPRD tanpa harus dipilih, namun jika lebih dari satu pasang maka harus dilakukan pemilihan dan penetapan oleh DPRD. Rencananya, RUUK Yogyakarta akan disahkan pada masa persidangan ini.

RUUK DIY Dipastikan Tidak Selesai Tahun Ini

Bantul, CyberNews. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) dipastikan tidak akan selesai pada tahun 2011. Hal ini disebabkan tidak seriusnya DPR menyelesaikan RUUK, yang sebenarnya sudah nampak sejak periode 2004-2009

Padahal jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, akan selesai pada 9 Oktober 2011 mendatang. "Kami belum tahu langkah selanjutnya yang jelas jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY habis bulan Oktober nanti," kata Sulistyo Admojo, Ketua Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul, Senin (22/8).

Menurutnya, dalam RUUK DIY ada tiga pilar yang perlu diperhatikan, yaitu rakyat, adat dan pemerintah. Unsur pertama yaitu rakyat sudah jelas menginginkan penetapan, unsur kedua yaitu adat dalam hal ini adalaha keraton sejak dulu juga menginginkan penetapan dan saat ini tinggal unsur ketiga, yaitu pemerintah.

Kini tinggal menunggu sikap pemerintah bagaimana dalam menanggapi masalah RUUK DIY ini. "Apabila DPR tidak bisa kerja, maka pemerintah bodoh," kata Sulistyo.

Dikatakan, jika Kasultanan Yogyakarta orientasinya hanyalah kekuasaan, maka sudah sejak dahulu sebelum merdeka, Sultan memimpin Jawa itu menerima tawaran dari Belanda. Namu kenyataannya, tidak bersedia merendahkan kerajaan-kerajaan lain.

Bahkan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Sri Paduka Alam VIII menyatakan bergabung dengan NKRI. "Kalau dahulu sesama kerajaan tidak merasa saling direndahkan, namun saat ini ketika mereka berkuasa justru merendahkan orang lain," katanya.

Lebih lanjut Sulis menyatakan, jika dahulu Belanda sangat menghargai keberadaan Sri Sultan Hamengku Buwono dan KGPAA Sri Paduka Paku Alam, sebaliknya sekarang justru pemerintahan yang tidak menghargai keberadaan Keraton Nyogyakarta Hadiningrat.

Bagi PANDU sendiri, lanjut Sulis, tidak akan berpikir ketika masa jabatan Sultan sebagai gubernur selesai. Pasalnya PANDU akan memperjuangkan penetapan dari segala lini. "Kami tidak terlalu pusing masalah perpajangan jabatan gubernur," katanya.

( Sugiarto / CN26 / JBSM )

FH UMWY Dukung Penetapan Keistimewaan DIY

YOGYA (KRjogja.com) - Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), menemui Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono 8 di komplek Kepatihan, Senin (8/8). Mereka bermaksud menyatakan dukungan terhadap opsi penetapan mekanisme jabatan Gubernur dalam pembahasan Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) DIY.

Koordinator mahasiswa Albertus, mengungkapkan, pihaknya mengaku prihatin dengan polemik keistimewaan DIY yang tak kunjung usai. Meski demikian, mereka yakin jika polemik tersebut tetap akan berakhir dengan kemenangan opsi penetapan sesuai aspirasi rakyat Yogyakarta.

"Apalagi saat ini suara pemerintah utamanya fraksi demokrat sudah melunak dalam pembahasan RUUK DIY dengan menawarkan opsi penetapan demokratis, setelah sebelumnya bersikukuh dengan opsi Gubernur Utama," ujarnya.

Ia juga melihat, sampai saat ini mayoritas fraksi di DPR RI masih konsisten mendukung opsi penetapan, seperti yang dituntut oleh seluruh rakyat Yogyakarta. Sehingga diharapkan kondisi tersebut akan membawa hasil positif seperti yang diharapkan rakyat.

"Namun sampai saat ini penetapan Sultan dan Pakualam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masih belum jelas. Mengingat kondisi politik yang selalu berkembang di luar dugaan, maka kami akan terus mengikuti perkembangan yang terjadi, apakah pada akhirnya opsi penetapan akan betul-betul memang sesuai harapan rakyat Yogyakarta ataukah tidak," imbuhnya. (Ran)

September, Batas Akhir Pemerintah Selesaikan RUUK DIY

SLEMAN (KRjogja.com) - Masa perpanjangan Sri Sultan HB X sebagai Gubernur DIY akan habis pada 8 Oktober 2011 mendatang. Namun, hingga saat ini pembahasan draft RUUK DIY belum menunjukkan titik terang.

Ketua Paguyuban Dukuh se-DIY Semar Sembogo, Sukiman Hadi Wijoyo mengungkapkan, pembahasan RUUK DIY kini kembali dimulai usai masa reses Komisi II DPR RI. "Saat ini rakyat masih menunggu proses persidangan di Komisi II. Tapi, draft Kemendagri masih sama, yakni tetap menggunakan istilah Gubernur Utama. Makanya, kita tunggu saja nanti hasil sidang," jelasnya kepada KRjogja.com, Sabtu (20/8).

Sukiman mengaku, rakyat di DIY berharap, ada keputusan tetap terkait jabatan Gubernur DIY pada September mendatang. Sehingga, sebelum masa perpanjangan habis, sudah memiliki ketetapan hukum. "Kan masa perpanjangan Sri Sultan akan habis 8 Oktober besok. Makanya, paling tidak September harus sudah ada keputusan," tandasnya.

Namun, jika nantinya tidak ada keputusan tetap, maka rakyat DIY tidak punya pilihan lain untuk menggelar kongres rakyat. Agendanya, pengukuhan Sri Sultan HB X dan Sri Paku Alam VIII sebagai Gubernur DIY dan Wakil Gubernur DIY secara penetapan. "Meskipun ada keputusan tetapi jika tidak sesuai aspirasi rakyat, maka tetap akan kita gelar sidang rakyat di Alun-Alun Utara pada awal Oktober sebelum masa perpanjangan habis," ungkap Sukiman.

Kongres rakyat tersebut, menurut Sukiman, memiliki legalitas formal. Pasalnya, DPRD Propinsi DIY serta seluruh DPRD tingkat Kabupaten dan Kota telah menyepakati penetapan dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. "Kongres rakyat itu sudah final sebagai bentuk pemerintahan rakyat. DPR RI pun akan sepakat karena keputusan DPRD di tingkat daerah seragam," tandasnya.

Meski demikian, jika pemerintah pusat mempertanyakan legalitas, maka hasil kongres rakyat akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah International. "Intinya sekarang ini, ada tidak itikad dari pemerintah pusat untuk mendengarkan aspirasi rakyat DIY secara utuh tanpa dilandasi kepentingan politik," pungkas Sukiman. (Dhi)