Senin, 14 Maret 2011

Sultan: DIY bisa tamat!

GUNUNGKIDUL: Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mulai menunjukkan sikap tegas dalam polemik RUUK DIY. Sultan memastikan nasib DIY akan tamat jika pemerintah pusat berkukuh dengan konsep dua gubernur dalam satu wilayah.

“Kalau sampai dilakukan judicial review dan konsep gubernur utama menang di MK [Mahkamah Konstitusi], DIY akan dihapus. Artinya itu tamat,” kata Sultan usai mewakili Mendagri melantik Bupati Gunungkidul Badingah di gedung DPRD Gunungkidul, Rabu (2/3).

Dia menegaskan Maklumat 5 September 1945 yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bukan berarti penyerahan wilayah DIY kepada Republik Indonesia. Maklumat 5 September adalah integrasi antara Keraton Ngayogyakarta dengan Indonesia. Oleh karena itu, Ngayogyakarta adalah daerah istimewa yang kepala pemerintahannya otomatis adalah kepala dearah.

“Jadi yang tepat itu intregrasi, bukan menyerahkan wilayah Ngayogyakarta ke Indonesia,” terangnya.

Gubernur juga menegaskan DIY bukanlah provinsi melainkan daerah setingkat provinsi dengan jabatan kepala daerah melekat pada Sultan dan Paku Alam. Seusai menyampaikan pendapat kepada Komisi II DPR, Sultan juga menyatakan jenis kelamin bukan pengikat dalam kedudukan sultan. Menurutnya Sultan Ngayogyakarta bisa saja dipegang oleh seorang perempuan.

“Seorang sultan itu semestinya adalah laki-laki. Akan tetapi dalam perkembangannya bisa saja perempuan yang memegang takhta. Presiden saja boleh perempuan, masa sultan tidak boleh,” ujarnya.

Referendum
Sementara itu, Komite Independen Pengawal Referendum (Kiper) menyatakan siap melaksanakan referendum secara damai apabila pemerintah maupun DPR tidak mempertimbangkan dukungan terhadap penetapan.

Koordinator Lapangan (Korlap) Kiper Kota Jogja Wiwin Winarno menjelaskan referendum bakal diambil jika hasil pembahasan RUUK tidak menetapkan Sri Sultan dan Sri Paduka Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, sesuai dengan Maklumat 5 September 1945.

“Namun referendum yang kami maksud adalah referendum secara damai, artinya Provinsi DIY tetap dalam bingkai NKRI, tidak seperti Timor Timur yang melepaskan diri dari Indonesia. Semua prosesnya dilakukan secara damai dan tidak ada makar di dalamnya,” papar Wiwin kepada Harian Jogja di kantor Kiper, Rabu (2/3).

Ia menjelaskan, konsep referendum damai tidak bertujuan untuk mengubah sistem kenegaraan NKRI secara umum. Referendum dijalankan untuk meluruskan sejarah keistimewaaan DIY. Menurutnya Maklumat 5 September merupakan ijab kabul yang menjelaskan 'lamaran' Republik Indonesia yang diwakili oleh Bung Karno sebagai Presiden terhadap Sri Sultan HB IX sebagai penguasa Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. 'Lamaran' itu telah 'diterima' dengan 'mahar' yang tertuang dalam amanah Sri Sultan HB IX pada 5 September 1945.

“Mekanisme penetapan itulah yang sesuai dengan proses ijab kabul atau dasar peristiwa bergabungnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan NKRI. Soal ijab kabul inilah yang juga menjadi tuntutan kami kepada pemerintah agar dimasukan kedalam RUUK, agar ke depan tidak muncul polemik lagi,” tegasnya.

Dalam pelaksanaanya, untuk mendukung dan mengawal proses pembahasan RUUK tersebut, pihaknya juga terus melakukan berbagai upaya diantaranya dengan menyebarkan 30.000 pamflet keistimewaan kepada masyarakat luas. Termasuk dengan menghimpun sejumalah elemen organisasi pendukung penetapan seperti relawan referendum dan relawan Ijab Qobul yang katanya sudah memiliki ribuan anggota yang tersebar di seluruh wilayah DIY.

Jangka waktu
Terpisah, saat dihubungi melalui telepon, Ichlasul Amal, pengamat politik dari UGM menilai tidak ada kekuasaan di dunia yang melekat dan turun temurun. Dia mengatakan gubernur adalah jabatan publik yang menuntut ruang keterbukaan dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

“Sebaiknya kalau mau penetapan ya penetapan saja, tapi harus ada jangka waktunya,” ujarnya.

Abdul Ghafar, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat berpendapat pembahasan RUUK DIY harus mengutamakan dan mengedepankan kepentingan nasional, jangan hanya bersifat kedaerahan.

“Penetapan dan pemilihan itu tipis perbedannya, tidak perlu perdebatan yang panjang. Masih ada kepentingan nasional dalam RUUK DIY yang harus dibahas secara mendalam,” ujarnya di gedung DPR.(Harian Jogja/ Endro Guntoro, M Fikri AR & Wahyu Kurniawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar