Selasa, 01 Februari 2011

Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat provinsi, di Indonesia. Ibukota provinsi DIY adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai predikat, baik dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata.
Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama pemberian dari Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berasal dari kata Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri sejarahnya dimulai sejak tahun 1945. Beberapa minggu setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan (lebih dikenal dengan Amanat 5 September 1945). Dekrit ini dikeluarkan karena desakan dari rakyat dan melihat kondisi yang ada di Yogyakarta saat itu. Dekrit serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII di hari yang sama. Adapun isi kedua dekrit yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII tersebut sama yaitu integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Menurut sejarah dekrit integrasi ini juga dikeluarkan oleh kerajaan-kerajaan lain di Nusantara.
Saat itu wilayah Kesultanan Yogyakarta (wilayah Sri Sultan Hamengkubuwono IX) adalah, Kabupaten Kota Yogyakarta (dipimpin oleh Bupati KRT Hardjodiningrat, Kabupaten Sleman (dengan Bupati KRT Pringgodiningrat), Kabupaten Bantul (dengan Bupati KRT Joyodiningrat), Kabupaten Gunungkidul (dengan Bupati KRT Suryodiningrat), dan Kabupaten Kulonprogo (dengan Bupati KRT Secodiningrat). Sedangkan wilayah Praja Paku Alaman (wilayah Paku Alam VIII) adalah, Kabupaten Kota Paku Alaman (dengan Bupati KRT Brotodiningrat), dan Kabupaten Adikarto (dengan Bupati KRT Suryaningprang).
Beberapa waktu kemudian Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit bersama (lebih dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945) yang isinya menyerahkan kekuasaan legislatif kepada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Ini sehari setelah terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta (29 Oktober 1945) yang diketuai oleh Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo. Semenjak itu setiap dekrit yang dikeluarkan oleh pihak kerajaan tidak hanya ditandatangani oleh pihak kerajaan saja tapi juga ditandatangai oleh Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta yang menyimbolkan persetujuan rakyat atas dekrit yang dikeluarkan tersebut.
Nama Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri mulai resmi dipergunakan sejak tanggal 18 Mei 1946. Nama tersebut berdasarkan Maklumat No. 18 tentang Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemerintahan monarki terus berjalan sampai dikeluarkan UU No. 3 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta dan pengukuhan Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman sebagai bagian integral dari Negara Indonesia.
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkaitan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap terjaga. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.
Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menunjukkan potensi yang dimiliki dalam bidang kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam. Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping tersedianya berbagai fasilitas pendidikan berbagai jenjang di provinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari berbagai daerah di Indonesia.
Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan DIY sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Referensi :
students.ukdw.ac.id
id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar