Minggu, 23 Januari 2011

Tyasno Sudarto : Tak Hargai Istimewa DIY= Tak Paham Sejarah

YOGYA (KRjogja.com) - Ketua Umum Majelis Luhur Taman Siswa Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan pemikiran keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bila pemerintah pusat tidak mengikuti kemauan masyarakat DIY terkait keistimewaan bukan pilihan tepat.

"Pemikiran itu justru pemikiran yang berbahaya, karena bisa memunculkan negara-negara federal di Indonesia," kata Tyasno saat Sarasehan Kebangsaan Yogyakarta Istimewa untuk Indonesia di Gedung Widyamandala Yogyakarta, Minggu (16/1).

Menurut dia, pilihan yang justru tepat untuk dilakukan dalam menyikapi pemerintah pusat apabila tidak mengikuti kemauan masyarakat Yogyakarta adalah meminta pemerintah pusat untuk turun.

"Ini saya pertanggungjawabkan. Siapa yang tidak menghargai keistimewaan Yogyakarta berarti tidak memahami sejarah, pihak tersebut juga tidak memahami budaya, tidak mengerti tentang NKRI," kata Tyasno.

Masyarakat Yogyakarta juga perlu terus menggalang kesatuan dan persatuan sehingga tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang nantinya justru akan membuat perpecahan, karena sudah banyak intrik masuk yang berusaha memecah masyarakat Yogyakarta.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu juga mengingatkan bahwa mengusik-usik keistimewaan Yogyakarta, sama halnya dengan bermain pisau bermata dua, yaitu mengubah demokrasi Pancasila dengan demokrasi liberal, sedang sisi lainnya adalah menjadikan negara-negara federal di Indonesia.

Di dalam demokrasi Pancasila, lanjut Tyasno, sebuah keputusan tidak harus dilakukan berdasarkan pemilihan, namun semua keputusan dilakukan berdasar musyawarah mufakat dari seluruh masyarakat.

Hal ini seperti halnya dalam penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Sri Paduka Paku Alam (PA) yang bertahta sebagai gubernur dan wakil gubernur.

"Itu sudah merupakan hasil permufakatan dari masyarakat, sehingga tidak perlu lagi diusik-usik," katanya.

Keistimewaan DIY, lanjut dia juga tidak hanya sekadar sejarah tetapi juga mempertahankan ide, falsafah, kepribadian bangsa sebagai landasan NKRI.

Sementara itu, kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat GBPH Joyohadikusumo mengatakan, masyarakat Yogyakarta termasuk raja dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tidak pernah berkhianat kepada NKRI, termasuk saat terjadi tatanan pemerintahan di Indonesia pada masa reformasi 1998.

"Pada 20 Mei 1998, masyarakat Yogyakarta melakukan pisowanan agung untuk menyikapi kepentingan nasional," katanya. (AntTom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar